Landasan Disyariatkannya Qurban

Sahabat fillah, tak terasa sebentar lagi kita akan bertemu dengan Hari Raya Idul Adha atau yang biasa disebut dengan Hari Raya Qurban. Para hari itu, umat Islam akan melaksanakan ibadah qurban. Adapun hewan yang menjadi qurban pada hari raya itu adalah kambing, sapi, dan juga unta. Sebenarnya, ibadah qurban telah dilakukan oleh kedua putra Nabi Adam. Pada saat itu, Allah memerintahkan Habil dan Qabil untuk melakukan ritual qurban. Habil memberikan persembahan terbaik untuk diqurbankan, sedangkan Qabil mendatangkan hasil dari pertaniannya yang sudah rusak dan busuk yang menunjukkan ketidak ikhlasannya dalam menjalankan ritual qurban yang diperintahkan Allah SWT. Akibatnya, qurban Qabil tidak diterima, dan qurban Habil diterima. Namun, peristiwa ini bukanlah landasan disyariatkannya ibadah qurban pada Hari Raya Idul Adha.

Yang menjadi landasan disyariatkannya qurban pada Hari raya Idul Adha adalah berdasarkan kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Allah telah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih putranya Ismail lewat sebuah mimpi. Karena kecintaan yang tulus dan ketaatan yang tinggi terhadap Rabbnya, Nabi Ibrahim merelakan putranya untuk dikorbankan demi menjalankan perintah Rabbnya. Ibrahim yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang dan Allah Maha Adil sehingga Allah tidak akan mencelakakan dan mendhalimi hambaNya.

Semua itupun terbukti saat Nabi Ibrahim hendak menyembelih putranya. Allah mengirimkan seekor kambing untuk menggantikan Ismail, sehingga yang disembelih oleh Nabi Ibrahim bukanlah putranya melainkan seekor kambing. Kisah ini Allah abadikan dalam a-qur’an surat Ash-Shaffat ayat 102-109.

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai Ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu, insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar”.(102) Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya, (untuk melaksanakan perintah Allah).(103) Lalu kami panggil dia, “Wahai Ibrahim! sungguh, engkau telah membernarkan mimpi itu”. Sungguh, demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.(104-105) Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.(106) Dan kami tebus anak itu dengan sembelihan yang besar.(107) Dan kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian.(108) Selamat sejahtera bagi Ibrahim(109).

Dari kisah tersebut kita tahu betapa cinta dan taatnya Nabi Ibrahim kepada Allah. Ia membuktikannya dengan mejalankan perintah Allah walaupun perintah tersebut sangatlah berat karena harus mengorbankan seorang anak yang dicintainya. Kisah tersebut menggambarkan bahwa kecintaan Ibrahim kepada Rabbnya melebihi kecintaannya kepada materi dan keduniaan, baik itu harta, anak, ataupun istri. wallahu a’lam.

Sumber: Buku Optimalkan Ibadah

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *